Rabu, 08 Oktober 2008

Tentang memilih

Obrolan panjang tengah malam dengan seorang teman mengetuk rumah kaca tempat saya berlindung dengan keras. untung saja kaca-kaca di kotak kubik ini tidak sampai berserakan hanya tergetar seperti terkena gempa. kembali bicara tentang cinta. cinta dia dan cinta saya, semalam, hanya dia, saya dan cinta.
memilih. katanya mencintai adalah tentang memilih. karena cinta adalah pilihan. ketika satu waktu cinta mendatangi kita, di sana terpampang 2 pilihan : mengambil atau membiarkan. malam itu saya kurang setuju dengan teman saya tersebut. karena menurut saya, kita tidak bisa memilih siapa dan kapan kita jatuh cinta. dan cinta selalu datang tiba-tiba tanpa tanda, hanya rasa. dan sang teman saya tertawa sambil mengatakan bahwa saya adalah mahluk romantis yang naif. menurutnya semua hal dalam hidup adalah pilihan, termasuk cinta. menurutnya manusia "dibuatkan" otak oleh Tuhan untuk berpikir dan memilih. padahal menurut saya cinta diciptakan Tuhan hanya untuk dirasa, bukan dipilih kepada siapa akan kita bagi. dan teman saya yang rasional tapi mengaku galau itu kembali mentertawai "ke-naif-an" saya.
bagaimana kalau orang yang kita pilih untuk dicintai tidak mencintai kita? ini adalah salah satu argumen saya. "we don't always get what we want. but we can always do the right thing..." jawab teman saya itu. pengalaman pribadi katanya. pernah memilih untuk mencintai orang yang tepat tapi dalam situasi yang salah. tapi kemudian memilih untuk membenarkan situasi dengan beranjak pergi meninggalkan si orang yang tepat tersebut. "saya memilih untuk menjadi benar walau artinya tidak mendapatkan apa yang saya mau." ujarnya. ah... seperti ada yang menusuk hati saya saat mendengar pernyataannya.
walau demikian saya dan sisi gelap yang katanya naif ini tetap dengan pendiriannya. "jika mencintai dia adalah sebuah kesalahan, saya tidak ingin menjadi benar..." kata saya mengutip kalimat indah yang lupa pernah saya baca dimana. si teman saya itu kembali tertawa, bukan mentertawai saya tapi mentertawakan sisi romantis saya yang senang dikelabui dan dibutakan oleh cinta itu. "kamu boleh aja jatuh cinta... tapi ngga boleh buta. ayo lah... kemana sisi rasional kamu?" ujarnya - sebetulnya dalam bahasa inggris - dengan tegas. saya terdiam. kadang saya benci apa yang saya rasa. saya tidak suka berada di sini. dalam satu keadaan yang membuat saya harus memilih antara menikmati situasi yang salah ini atau kembali menjadi rasional dan pergi.
"hidup adalah selalu tentang memilih. demikian juga dengan cinta. sebuah pilihan" kata teman saya beberapa saat sebelum kami menyudahi pembicaraan lewat telephon semalam.
dan saya berbaring dengan mata yang susah terpejam hingga pagi menjelang kubik kaca yang mulai retak ini.

sumber: tea wee

Tidak ada komentar: